BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pendidikan
merupakan suatu kebutuhan yang mutlak bagi manusia agar dapat membangun
peradaban bangsanya. Dalam pendidikan itu, manusia diajarkan dengan berbagai
disiplin ilmu sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan diberbagai
jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi adalah matematika.
Salah satu
karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat
abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami
matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga dalam
hal ini siswa sangat lemah.
Jennings dan Dunne (Suharta, 2004) mengatakan bahwa,
kebanyakan siswa rnengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam
situasi kehidupan real. Hal ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa
adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna.
Kondisi
pembelajaran yang kurang bermakna dialami oleh sekolah-sekolah baik pendidikan
dasar maupun pendidikan menengah. Salah satu asumsi dibalik kurang memuaskannya
kualitas proses pembelajaran matematika adalah disebabkan metode, strategi dan
pendekatan yang digunakan oleh pendidik kurang efektif dalam proses
pembelajaran strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru-guru masih
menggunakan pendekatan tradisional atau mekanistik dimana siswa secara pasif
menerima konsep, rumus dan kaidah (mernbaca, mendengarkan, mencatat, menghafal)
tanpa memberikan kontribusi ide-ide dalam proses pernbelajaran
Oleh karena itu,
perlu adanya inovasi dalam pembelajaran matematika yakni perubahan dalam
strategi pembelajaran termasuk pendekatan pembelajaran.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Realistik dalam
pembelajaran matematika?
2. Apa perbedaan antara Pendekatan Realistik dengan
pembelajaran secara tradisional serta perbandingannya dengan pendekatan kontekstual
?
3. Apa ciri
Pendekatan Realistik dan langkah yang ditempuh untuk menerapkannya?
4. Apa manfaat dari Pendekatan Realistik ?
5. Hubungan antara Pendekatan Realistik dengan hasil belajar
dan kemampuan pemecahan masalah.
C.
TUJUAN
1. Dapat menjelaskan tentang pengertian dari Pendekatan
Realistik.
2. Dapat membedakan antara Pendekatan Realistik dengan
pembelajaran secara tradisional
3. Dapat menjelaskan
ciri Pendekatan Realistik dan langkah
yang ditempuh untuk menerapkannya.
4. Dapat menyebutkan manfaat dari Pendekatan Realistik.
5. Dapat menjelaskan hubungan antara Pendekatan Realistik
dengan hasil belajar dan kemampuan pemecahn masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendekatan Realistik Dalam Pembelajaran Matematika
Kata “realistik” merujuk pada pendekatan
dalam pendidikan matematika yang telah dikembangkan di Belanda selama kurang
lebih 30 tahun. Pendekatan ini mengacu pada pendapat Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994) yang mengatakan
bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan kegiatan manusia.
Pendekatan ini kemudian dikenal dengan Realistic Mathematics Education (RME).
Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan teori belajar mengajar
dalam pendidikan matematika. Teori RME ini mengacu fakta pendapat freundenthl
(Asmin, 2001) yang juga mengatakan bahwa "matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari".
Soedjadi (2001: 2) mengemukakan bahwa
pembelajaran matematika realistik pada dasarnya pemanfaatan realitas dan
lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih
baik dari pada masa lalu. Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud
dengan realitas yaitu hal-hal nyata atau konkrit yang dapat dipahami atau
diamati peserta didik lewat membayangkan, sedang yang dimaksud dengan
lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.
Lingkungan ini juga disebut juga kehidupan sehari-hari.
B.
Perbedaan
antara Matematika Realistik dengan Matematika
Tradisonal.
Pada Matematika Tradisional, matematika
diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu
hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi
konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika
urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat.
Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan
membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan
yang selisihnya positif dan lain sebagainya.
Kekhasan lain dari pembelajaran matematika
tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada
pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu
dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah
dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa
alasan, dan lain sebagainya sehingga dalam hal ini guru sangatlah aktif.
Berbeda dengan
Matematika Realistik, Menurut Zulkardi (Ermayana: 2003) dalam matematika
realistik guru hanya sebagai fasilitator belajar dan mampu membangun pengajaran
yang interaktif. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk seeara
aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa
dalam menafsirkan persoalan riil dan tidak terpancang pada materi yang
termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif rnengaitkan kurikulum dengan dunia
riil, baik fisik maupun sosial. Ada beberapa ciri khas yang menonjol pada
pembelajaran matematika realistik. Ciri khas yang pertama adalah digunakannya
masalah atau soal-soal yang berawal dalam kehidupan sehari-hari, yang kongkrit
atau yang ada dalam alam pikiran siswa, sebagai titik awal proses pembelajaran.
Ciri khas lain dalam pembelajaran realistik adalah siswa diperlukan sebagai
peserta aktif dalam proses pembelajaran. Telah disebutkan diatas, pengajaran
sering kali diinterpretasikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh guru,
mula-mula ia mengenalkan objek, memberikan satu atau dua contoh kemudian
menanyakan pertanyaan satu atau dua, kemudian meminta kepada siswa yang pasti
untuk lebih aktif dengan memulainya melengkapi latihan-latihan soal dari buku.
Umumnya pelajaran akan berakhir dan terorganisasi secara baik. Pelajaran
berikutnya akan mengikuti pelajaran yang serupa. Akan tetapi pendidikan
matematika yang pembelajaran bermula dari reality membuat pembelajaran
menjadi semakin kompleks.
C.
Langkah
yang Ditempuh Untuk Menerapkannya.
Peneraan
RME memiliki langkah sebagai berikut :
1.
Materi sebelum diberikan kepada siswa terlebih
dahulu siswa diberikan kegiatan terencana ( alat peraga, permainan, soal-soal
realistik, lewat nyanyian, dsb ) yang mengarahkan agar siswa dapat menemukan
atau mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Semua kegiatan yang direncanakan
tersebut dapat dikerjakan oleh siswa secara informal berdasar apresiasi atau
cara spesifik siswa ( karena materi tersebut belum diberikan guru kepada siswa
).
2.
Guru mengamati/menilai/memeriksa hasil pekerjaaan
siswa. Guru perlu menghargai keberagaman jawaban siswa.
3.
Guru dapat meminta satu atau dua siswa untuk
mendemondtrasikan cara menyelesaikan pekerjaan tersebut di depan kelas.
4.
Dengan tanya jawab, guru dapat mengulangi jawaban
siswa agar siswa yang lain memiliki gambaran yang jelas.
5.
Guru baru menerangkan pokok bahasan pendukung soal
yang baru saja dibahas, termasuk cara yang tepat untuk menyelesaikan soal
tersebut.
6.
Pada akhirnya siswa diharapkan dapat mengkonstruk
pengetahuannya sendiri. Tetapi, guru tetap memberikan arahan secukupnya jika
hal itu memang diperlukan.
D.
Manfaat Pendekatan Realistik
Pembelajaran MR diawali dengan fenomena, kemudian siswa
dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi
konsep sendiri. Setelah itu,
diaplikasikan dalam masalah sehari-hari
atau dalam bidang lain.
Adapun manfaat dari pembelajaraan MR adalah :
·
Untuk siswa
1.
Siswa
lebih mudah menyelesaikan masalah dikaitkan dengan masalah-masalah dalam
kehidupan nyata.
2.
Siswa
dapat menyelesaikan secara informal sebelum menggunakan secara formal sehingga
mendorong siswa untuk belajar di dalam kehidupan nyata.
3.
Siswa
dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri dan lebih aktif.
·
Untuk
Guru
1. Membantu Guru dalam pemahaman masalah
2. Guru dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa
terhadap konsep masalah yang ada.
3. Guru dapat mengaitkan topik dengan masalah kehidupan
sehari-hari.
4. guru hanya sebagai fasilitator belajar dan mampu
membangun pengajaran yang interaktif.
A.
Hubungan
antara Pendekatan Realistik dengan hasil belajar dan kemampuan pemecahan masalah.
a
Hubungan
antara Pendekatan Realistik dengan kemampuan pemecahan masalah.
Belajar melalui
pendekatan pemecahan masalah ditujukan kepada pengembangan
generalisasi-generalisasi yang akan membantu individu untuk memecahkan
masalah-masalah yang ditemukannya. Proses pemecahan masalah menghasilkan lebih
banyak prinsip yang dapat membantu pemecahan masalah selanjutnya. Pemecahan
terhadap suatu masalah biasanya dilakukan dengan mempelajari prinsip-prinsip
kemudian menerapkannya ke dalam pemecahan masalah tersebut.
Kemampuan
pemecahan masalah dengan pendekatan realistik matematika perlu diupayakan agar
siswa mempunyai pengalaman menemukan kembali objek-objek matematika dengan
bimbingan guru. Dalam hal ini siswa mengidentifikasi masalah realistik yang
konstektual harus ditransfer ke dalam masalah bentuk matematika untuk dipahami
lebih lanjut melalui penskemaan, perumusan, pemvisualisasian, siswa mencoba
menemukan kesamaan dan hubungan masalah dan mentransfernya ke dalam bentuk
model matematika informal atau formal peranan guru adalah membantu memberikan gambaran model-model matematika
yang cocok untuk mempresentasekan masalah tersebut.
Untuk memecahkan
masalah-masalah matematika, kepada siswa harus diawali dengan masalah
konstektual, yaitu masalah realistik (dunia nyata), atau setidak-tidaknya
masalah yang dapat dikhayalkan atau dibayangkan sebagai sesuatu yang nyata. Hal ini dengan mempertimbangkan
dua aspek yaitu kecocokan penggunaan konteks dalam pembelajaran, dan kecocokan
dampak dalam proses penemuan kembali model matematika dari masalah konstektual
tersebut.
Selain itu
diarahkan untuk menyelesaikan model matematika (informal atau formal) dari
masalah konstektual dengan menggunakan konsep, operasi, dan prinsip matematika
yang berlaku dan dipahami siswa secara benar untuk mendapatkan jawaban yang
benar pula. Pada akhirnya siswa merumuskan dan menggeneralisasikan jawaban
masalah dengan membandingkan jawaban dengan konteks dan kondisi masalah. Dengan
bantuan guru, siswa menunjukkan keterkaitan konsep, operasi, dan prinsip
matematika yang digunakan dan menggeneralisasikannya.
Jadi dalam
memecahkan masalah dengan menggunakan pendekatan realistik, siswa sendiri
mengembangkan model-model pemecahan atau pemecahan masalah konstektual.
Model-model yang dikembangkan sendiri oleh siswa berfungsi menjembatani jurang
antara pengetahuan matematika informal dan pengetahuan matematika formal dari
siswa. Siswa mengembangkan model dari masalah konstektual dengan menggunakan
model matematika yang telah diketahuinya. Dimulai dengan menyelesaikan masalah
konstektual dari situasi nyata yang siswa,sudah kenal, kemudian menemukan model
dan masalah tersebut, dan selanjutnya diikuti dengan menemukan model untuk
masalah tersebut dan akhirnya mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk
pcngetahuan matematika yang formal.
b
Hubungan
antara Pendekatan Realistik dengan hasil belajar.
Hasil belajar
siswa langsung dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan realitas internal, Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yang
akan dibahas dalam pembahasan ini hanya faktor siswa, guru, sebagai
berikut:
1) Siswa
a) Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa
merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Selama
kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa tidak hanya mendengar sejumlah
teori-teori secara pasif, melainkan siswa harus aktif dan sungguh-sungguh dalam semua kegiatan pembelajaran, seperti
mendengar, menulis, tanya jawab, diskusi, praktik dan lain-lain. aktivitas
selama pembelajaran matematika realistik adalah mendengarkan, memperhatikan penjelasan guru atau teman kelompok, mencatat pertanyaan
guru, mengerjakan, mendiskusikan
pertanyaan guru melalui LKS, menyajikan hasil diskusi kelompok, menanggapi
jawaban hasil diskusi kelompok lain, merangkum materi pelajaran, menulis/mengerjakan PR atau kuis, dan perilaku yang tidak relevan dengan
pembelajaran (Sardiman, 2000: 34).
b) Respon Siswa
Salah satu faktor
yang mempengaruhi terhadap keberhasilan proses pembelajaran adalah siswa. Faktor diri siswa yang
berpengaruh terhadap proses pembelajaran tersebut antara lain adalah perhatian,
bakat, minat, intelegensi dan motivasi untuk belajar (Slamet, 2003: 55). Motivasi dipandang
sebagai suatu proses dalam diri siswa yang menyebabkan munculnya tingkah laku
ke arah tujuan yang diharapkan. Motivasi dibedakan atas motivasi instrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang berasaI dari
dalam diri siswa. Sedangkan motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri siswa.
Dalam kaitannya
dengan pembelajaran matematika, (Sahabuddin 1999:63) mengemukakan bahwa apabila
seorang siswa memiliki motivasi tinggi dalam belajar matematika, maka ia akan
mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh sehingga
ia mempunyai pengertian yang lebih mendalam dan dengan mudah mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan, siswa yang motivasi belajarnya
rendah akan menimbulkan kegagalan dalam belajamya.
Berdasarkan uarain
di atas, maka dapat disimnpuJkan bahwa seorang siswa yang mempunyai motivasi
tinggi dalam belajar matematika akan memberikan respon positif dan sebaliknya
sisvra yang motivasi belajar rendah akan memberikan respon negatif yang
diwujudkan dalam sikap atau pendapat yang diberikan terhadap proses
pembelajaran yang sedang berlangsung.
2). Guru
Guru merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru merupakan
peIaksana pembelajaran rill kelas, sebab guru yang mampu mengelola proses belajar akan mempengaruhi mutu pelajaran. Penguasaan materi dan cara penyampaiannya merupakan syarat mutlak bagi seorang guru.
Seorang guru yang tidak menguasai materi matematika dengan baik, tidak mungkin
ia dapat mengajar matematika dengan baik. Demikian juga seorang guru yang tidak
menguasai berbagai cara penyampaian dapat
menimbulkan kesulitan siswa dalarn memahami matematika (Sardiman, 2000:87).
Dari uraian di atas, dalarn kegiatan pengembangan perangkat ini kondisi guru
adalah kemarnpuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika realistik yang
meliputi pendahuluan, kegiatan inti, penutup.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pendekatan
realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menerapkan agar
pembelajaran bertitik tolak pada hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan berdiskusi, dan berargumentasi dengan
teman sekelas. Sehingga mereka dapat menemukan sendiri, dan pada akhirnya menggunakan matematika dalam menyelesaikan masalah baik secara individu
maupun secara kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar